Suara Perlawanan dari Kotak Kosong

Bismillah, Jawa Pos Opini Selasa, 13 Agustus 2024 https://www.jawapos.com/opini/014970390/suara-perlawanan-dari-kotak-kosong Suara Perlawanan dari Kotak Kosong Fenomena kotak kosong dalam pemilihan umum di Indonesia, yang mendapatkan perhatian signifikan di media digital, mengungkapkan banyak hal tentang dinamika politik dan partisipasi publik di era digital. Sentimen negatif yang dominan, terutama rasa jijik, mencerminkan ketidakpuasan publik yang mendalam terhadap proses pemilihan yang dianggap tidak demokratis. Namun, ini juga menunjukkan adanya ruang untuk reformasi dan partisipasi yang lebih inklusif. Perspektif Michel Foucault memungkinkan kita melihat kotak kosong sebagai simbol resistensi terhadap kekuasaan politik yang ada, yang didorong oleh interaksi di media sosial. Dengan demikian, kotak kosong menjadi bagian dari perjuangan yang lebih besar antara kekuasaan dan resistensi dalam masyarakat. Fenomena kotak kosong, pada akhirnya, bukan hanya tentang pilihan di surat suara, tetapi juga tentang dinamika politik yang lebih besar di mana media digital menjadi arena baru bagi demokrasi di Indonesia, menggarisbawahi pentingnya kompetisi yang sehat sebagai salah satu elemen vital dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan mewakili aspirasi rakyat. Barakallah aamiin 🙏 View this post on Instagram A post shared by Irwan Dwi Arianto (@irwan_dwi_arianto)

Memahami Tantangan yang Dihadapi oleh Gen Z dan Gen Alpha: Perspektif Epistemik

Persoalan antara Generasi Z (Gen Z) dan Generasi Alpha dengan orang tua atau masyarakat mencerminkan tren global. Konsep episteme dari Michel Foucault dapat digunakan untuk mengeksplorasi tantangan ini dalam membantu kita memahami bagaimana struktur pengetahuan dominan membentuk persepsi dan interaksi dengan generasi ini. Riset terkini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi digital dan media sosial memainkan peran penting dalam membentuk pengalaman dan perilaku generasi ini. Teknologi tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga mempengaruhi cara mereka berkomunikasi, belajar, dan membangun hubungan sosial (Britopian, 2024). Studi menunjukkan bahwa ketergantungan pada perangkat digital dapat menghambat perkembangan sosial dan emosional anak-anak Gen Alpha. Mereka sering kali lebih nyaman dengan interaksi virtual daripada interaksi langsung, yang dapat menyebabkan masalah perilaku dan kurangnya keterampilan sosial. Penelitian dari Britopian mengungkapkan bahwa sekitar 60% partisipan di Amerika mengalami masa kecil yang kurang bahagia, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka di masa depan. Hal ini menunjukkan bagaimana lingkungan digital mempengaruhi perkembangan anak-anak di era modern (Britopian, 2024). Selain itu, perbedaan nilai dan harapan antara Gen Z dan Gen Alpha dengan generasi sebelumnya yang menjadi orang tua semakin menonjol. Gen Z dan Gen Alpha memiliki harapan tinggi terhadap tanggung jawab sosial dari organisasi dan merek yang mereka dukung. Mereka lebih sadar akan isu-isu lingkungan dan sosial, serta menuntut otentisitas dan tindakan nyata dari pihak-pihak terkait. Menurut penelitian, kesadaran sosial ini dipengaruhi oleh paparan informasi yang lebih luas melalui media digital, yang membentuk nilai-nilai dan harapan mereka (McKinsey & Company, 2024). Di Amerika banyak Gen Z dan Gen Alpha yang aktif dalam gerakan sosial seperti Black Lives Matter dan Fridays for Future. Mereka tidak hanya ikut serta dalam protes dan kampanye, tetapi juga menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi dan meningkatkan kesadaran tentang isu-isu tersebut. Organisasi dan merek yang tidak menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan atau keadilan sosial sering kali mendapatkan kritik dan boikot dari generasi ini. Misalnya, perusahaan fashion yang tidak transparan tentang rantai pasokan mereka dan kondisi kerja di pabrik-pabrik mereka menghadapi reaksi negatif dari konsumen muda yang lebih memperhatikan etika dan tanggung jawab sosial. Kesadaran sosial yang tinggi di kalangan Gen Z dan Gen Alpha juga tercermin dalam pilihan karir mereka. Banyak dari mereka yang memilih bekerja di organisasi yang memiliki misi sosial atau lingkungan yang kuat. Mereka cenderung mencari pekerjaan di sektor non-profit, perusahaan B-Corp, atau startup yang fokus pada inovasi berkelanjutan. Ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai yang dipengaruhi oleh paparan informasi digital tidak hanya mempengaruhi preferensi konsumen, tetapi juga aspirasi profesional dan pilihan hidup mereka secara keseluruhan. Generasi ini menuntut lebih dari sekadar produk dan layanan; mereka mencari perubahan sistemik dan keberlanjutan dalam setiap aspek kehidupan mereka. Tantangan dalam pengasuhan juga menjadi sorotan dalam riset terkini. Orang tua milenial sering dikritik karena memberikan terlalu banyak waktu layar kepada anak-anak mereka, yang dapat mengakibatkan kurangnya disiplin dan kemampuan anak-anak untuk mengatur emosi mereka sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa pengasuhan yang berlebihan pada teknologi dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional anak-anak. Penting bagi orang tua untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara penggunaan teknologi dan interaksi langsung untuk mendukung perkembangan sosial dan emosional anak-anak mereka (Massachusetts Daily Collegian, 2024). Tercatat banyak anak-anak yang terbiasa menghabiskan berjam-jam di depan layar untuk bermain game atau menonton video, sering kali menunjukkan tanda-tanda kecanduan. Mereka mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari tanpa teknologi dan menjadi mudah marah atau cemas ketika perangkat mereka diambil. Penelitian dari Massachusetts Daily Collegian menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki batasan waktu layar yang ketat cenderung memiliki keterampilan sosial yang lebih baik dan lebih mampu mengelola stres dibandingkan dengan mereka yang tidak. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan antara waktu layar dan aktivitas non-digital sangat penting. Selain itu, pengasuhan yang terlalu bergantung pada teknologi dapat mengurangi kesempatan anak-anak untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal. Misalnya, anak-anak yang lebih sering bermain game online daripada bermain di luar dengan teman-teman mereka kurang mampu memahami isyarat sosial dan membangun hubungan yang kuat. Penting bagi orang tua untuk mendorong anak-anak mereka untuk terlibat dalam aktivitas fisik dan sosial, seperti bermain di taman, mengikuti klub olahraga, atau sekadar menghabiskan waktu berkualitas bersama keluarga tanpa gangguan teknologi. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang aktif secara sosial dan fisik cenderung lebih bahagia dan lebih sehat secara emosional. Kesehatan mental juga menjadi perhatian utama bagi Gen Z dan Gen Alpha. Penggunaan media sosial yang berlebihan dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Studi dari Annie E. Casey Foundation (2022) menunjukkan bahwa lebih dari 40% orang dewasa muda Gen Z melaporkan perasaan cemas atau depresi yang persisten. Penelitian ini menyoroti pentingnya meningkatkan kesadaran tentang risiko kesehatan mental dan cara mengelolanya di era digital, serta perlunya dukungan dari keluarga, sekolah, dan komunitas untuk membantu generasi muda mengatasi tantangan ini (Annie E. Casey Foundation, 2022). Gen Alpha, yang lahir dari 2010 hingga 2024, sering disebut “iPad kids” karena waktu signifikan yang dihabiskan di depan layar. Ketergantungan ini menciptakan tantangan dalam interaksi sosial dan perkembangan emosional mereka, karena mereka lebih nyaman dengan interaksi digital daripada tatap muka. Fenomena ini dapat dipahami melalui episteme era digital, di mana teknologi menjadi pusat kehidupan sehari-hari dan mengubah cara kita berinteraksi (Foucault, 1970; Britopian, 2024; Massachusetts Daily Collegian, 2024). Baik Gen Z maupun Gen Alpha memiliki harapan tinggi terhadap tanggung jawab sosial dari organisasi dan merek yang mereka dukung. Mereka lebih sadar akan isu-isu lingkungan dan sosial, dan menuntut otentisitas serta tindakan nyata dari entitas tersebut. Episteme modern menekankan pentingnya kesadaran sosial dan keberlanjutan, yang membentuk nilai dan harapan generasi muda ini (Britopian, 2024). Anak-anak Gen Alpha tumbuh dalam dunia yang sepenuhnya digital, dengan pengalaman belajar yang interaktif dan on-demand. Mereka menggunakan media sosial dan pesan instan sebagai alat komunikasi utama. Ini berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih mengandalkan komunikasi langsung atau metode pembelajaran tradisional. Episteme digital mengubah cara kita berkomunikasi dan belajar, menciptakan kesenjangan antara generasi muda dan orang tua mereka (Foucault, 1980; Britopian, 2024; McKinsey & Company, 2024). Orang tua (milenial maupm boomers) sering dikritik karena memberikan terlalu banyak waktu layar kepada anak-anak mereka. Pengasuhan yang berlebihan pada teknologi dapat menyebabkan kurangnya disiplin dan kemampuan anak-anak untuk mengatur emosi mereka

Election Stress Disorder pada Gen Z: Menjelang Pilkada Serentak Akhir November 2024

Menjelang Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada akhir November 2024, fenomena “Election Stress Disorder” (ESD) menjadi semakin relevan. Generasi Z (Gen Z), yang merupakan kelompok usia yang tumbuh dengan digitalisasi dan media sosial, sangat rentan terhadap stres terkait pemilu. Menurut American Psychological Association (APA), 68% orang dewasa Gen Z melaporkan bahwa pemilu presiden AS 2020 menjadi sumber stres yang signifikan dalam hidup mereka (APA, 2020). Stres ini dapat memanifestasikan secara fisik melalui gejala seperti sakit kepala, masalah pencernaan, dan gangguan tidur, serta secara emosional melalui iritabilitas dan perasaan kewalahan (Mayo Clinic, 2020). Fenomena ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat tetapi juga di berbagai negara lain yang mengalami pemilu besar. Dalam konteks Indonesia, hal ini menjadi penting untuk diperhatikan mengingat Pilkada serentak yang akan datang. Penelitian dari Cambridge Core menyoroti bahwa stres terkait pemilu dapat menyebabkan gejala mirip PTSD. Individu mungkin mengalami pikiran intrusif, mimpi buruk, dan kecemasan yang meningkat, yang dapat mempengaruhi fungsi sehari-hari dan kesejahteraan secara keseluruhan (Cambridge Core, 2020). Gen Z menunjukkan tingkat stres tertinggi di antara semua kelompok usia, sebagian karena posisi unik mereka yang tumbuh dengan konektivitas digital yang konstan dan tekanan media sosial. Kesehatan mental mereka lebih dipengaruhi oleh iklim politik daripada generasi yang lebih tua (APA, 2020). Kondisi ini diperparah dengan situasi politik yang sering kali tidak stabil dan penuh ketidakpastian. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan strategi manajemen stres yang efektif untuk kelompok ini. Platform media sosial memainkan peran besar dalam meningkatkan stres pemilu pada Gen Z. Media sosial menyediakan ruang untuk keterlibatan politik dan aktivisme, namun juga memperburuk tingkat stres dengan membanjiri pengguna dengan pembaruan terus-menerus dan konten yang terpolarisasi (Gen Z Identity Lab, 2020). TikTok, Instagram, dan Twitter menjadi platform utama di mana Gen Z terlibat dalam diskusi politik. Meskipun platform ini memberikan kesempatan untuk berdialog dan mendapatkan informasi, mereka juga menjadi sumber utama kecemasan. Informasi yang sering kali tidak diverifikasi dan komentar yang penuh dengan emosi dapat memperburuk kondisi mental pengguna. Pentingnya data media sosial dalam memahami dan menyelesaikan masalah ESD pada Gen Z tidak dapat diabaikan. Data dari media sosial memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi pola kecemasan, reaksi terhadap berita politik, dan dampak psikologis dari informasi yang dikonsumsi secara online. Analisis komunikasi big data dari media sosial dapat memberikan wawasan tentang bagaimana informasi politik menyebar dan mempengaruhi psikologi pengguna. Selain itu, data ini dapat digunakan untuk mengembangkan strategi intervensi yang lebih tepat sasaran. Misalnya, kampanye pendidikan publik yang dirancang untuk mengurangi kecemasan terkait pemilu dapat lebih efektif jika didasarkan pada analisis data media sosial. Calon bupati atau walikota yang berkontestasi dalam Pilkada serentak 2024 dapat menggunakan wawasan dari data media sosial untuk menyarankan pendukungnya mengelola konsumsi media secara bijak. Memberikan informasi yang jelas dan menenangkan juga penting guna mengurangi kecemasan publik. Menurut para ahli, membatasi konsumsi berita, terlibat dalam aktivitas yang menenangkan, dan fokus pada tindakan yang dapat dikendalikan seperti memberikan suara adalah beberapa strategi yang dapat membantu mengelola stres pemilu (APA, 2020). Kampanye yang mendorong pendekatan ini dapat membantu mengurangi tekanan mental yang dirasakan oleh Gen Z. Selain itu, penting untuk mengedukasi Gen Z tentang cara-cara yang sehat untuk mengonsumsi berita politik. Misalnya, menghindari paparan berlebihan terhadap berita negatif dan mencari sumber informasi yang dapat dipercaya dapat membantu mengurangi stres. Program edukasi yang mengajarkan keterampilan manajemen stres juga dapat sangat bermanfaat. Dalam jangka panjang, upaya ini dapat membantu membangun ketahanan mental yang lebih baik di kalangan Gen Z. ASIGTA memainkan peran penting dalam menyediakan analisis komunikasi big data dari media digital, baik media sosial maupun non-media sosial. Dengan menggunakan data dan analisis yang disediakan oleh ASIGTA, kita dapat mengembangkan strategi komunikasi yang tepat untuk menghadapi berbagai tantangan, termasuk ESD pada Gen Z. ASIGTA membantu mengidentifikasi tren, pola, dan dampak dari informasi politik yang tersebar di media digital, sehingga memungkinkan pembuatan keputusan yang lebih baik dan berbasis data. Penelitian dan wawasan yang dihasilkan oleh ASIGTA sangat berharga dalam merancang kampanye komunikasi yang efektif dan tepat sasaran. Dampak stres pemilu pada Gen Z sangat mendalam dan memiliki implikasi signifikan bagi kesehatan mental mereka. Menyadari dinamika ini dan berusaha untuk memberikan informasi yang jelas dan menenangkan adalah langkah yang sangat penting. Pemahaman dan penanganan yang tepat terhadap ESD dapat membantu menciptakan lingkungan politik yang lebih sehat dan stabil. Referensi Dr. Irwan Dwi Arianto, M.I.Kom.(Founder ASIGTA)

EMOSI TERHADAP CAPRES

Analisis Emosi dalam konteks politik memberikan landasan yang kokoh bagi ASIGTA untuk mengembangkan strategi yang lebih cerdas dan terfokus, serta merespons dinamika kompleks yang terlibat dalam proses pemilihan. Analisis Emosi yang dilakukan oleh ASIGTA pada capres merupakan pendekatan strategis untuk memahami dan merespon dinamika emosional yang terlibat dalam proses politik, terutama terkait pemilihan calon presiden (capres). Analisis ini melibatkan pemahaman mendalam terhadap berbagai emosi yang diungkapkan terhadap capres sejak 1 Agustus 2023 hingga 26 November 2023. Analisis Emosi yang dilakukan oleh ASIGTA merupakan pendekatan inovatif dalam memahami dan merespons dinamika pemilihan umum. Dengan fokus pada emosi, capres dapat menggali lebih dalam ke dalam pikiran dan perasaan pemilih, sehingga dapat memberikan keuntungan strategis yang signifikan. Metode Analisis Emosi ASIGTA menggunakan teknologi AI tingkat lanjut yang mampu mengenali dan mengklasifikasikan emosi utama, seperti kekaguman, kemarahan, kejijikan, ketakutan, kegembiraan, dan kesedihan. Penggunaan algoritma canggih memungkinkan capres untuk secara akurat mengidentifikasi nuansa emosional dalam teks yang sulit dipahami oleh analisis sentimen tradisional. Segmentasi Emosional Analisis emosi memungkinkan ASIGTA untuk melakukan segmentasi emosional di antara pemilih. Dengan memahami bagaimana emosi bervariasi di antara kelompok demografis atau wilayah geografis, capres dapat mengoptimalkan pesan dan kampanye mereka untuk mencapai target audiens dengan lebih efektif. Pengembangan lebih lanjut Analisis Sentimen Analisis Emosi memberikan dimensi tambahan, ketika sentimen netral, emosi di baliknya dapat beragam. Ini memungkinkan ASIGTA untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang apakah pemilih merasa optimis, skeptis, atau bahkan antusias terhadap calon tertentu. Keunggulan Strategis Dengan memahami emosi pemilih, ASIGTA memberikan keunggulan strategis kepada kliennya. Strategi kampanye yang dirancang berdasarkan analisis emosional dapat meningkatkan daya tarik pesan politik dan membangun koneksi emosional yang lebih kuat dengan pemilih. Implikasi Bisnis ASIGTA tidak hanya berfokus pada dampak politik, tetapi juga memberikan wawasan tentang bagaimana analisis emosi dapat diterapkan dalam bisnis. Penggunaan strategi konten berbasis emosi tidak hanya relevan dalam politik tetapi juga dapat meningkatkan interaksi konsumen dan meningkatkan brand loyalty. Keberlanjutan Analisis Penting untuk mencatat bahwa Analisis Emosi ini bukan hanya alat satu kali pakai selama periode pemilihan. ASIGTA dapat terus memantau dan menganalisis perubahan emosional selama kampanye, memberikan pembaruan berkala kepada kliennya untuk memastikan bahwa strategi dapat disesuaikan sesuai dengan evolusi sentimen pemilih. Keterbatasan Analisis Penting untuk diingat bahwa analisis emosi juga memiliki keterbatasan. Tidak semua emosi dapat dengan mudah diidentifikasi atau diklasifikasikan, dan beberapa penggunaan bahasa mungkin ambigu atau tidak jelas. Oleh karena itu, interpretasi hasil analisis perlu dilakukan dengan hati-hati. Dengan terus mengembangkan dan memperdalam Analisis Emosi, ASIGTA berkomitmen untuk memberikan wawasan yang lebih baik kepada kliennya, membantu mereka mengambil keputusan yang lebih baik dalam ranah politik, pemerintahan, dan bisnis. Bismillah, barakallah aamiin.

PseudoPower

Kehadiran numerik tidak berhubungan langsung dengan otoritas digital. Tidak semua influencer yang teridentifikasi memiliki kemampuan yang sama dalam menentukan debat publik di lingkungan digital. “baznas” memberi pelajaran berarti dalam mengenali PseudoPower dan antisipasinya. Lintas Generasi Mudahkah bagi gen Z atau gen Milenial untukmengenali buzzer? Buzzer politik dan PseudoPower. Mudahkah bagi gen Z atau Milenial untuk mengenali buzzer? Bagaimana ciri-cirinya? Bagaimana sikap gen Z dengan kehadiran buzzer politik?#PseudoPower — Irwan Dwi Arianto (@irwan_dwi_a) October 29, 2023 dengan sekali lihat saja sudah ketahuan kalau mereka buzzer pak. kata-kata, pola kalimat "template" yang disuarakan, menggunakan akun bodong yang tidak jelas siapa pemiliknya, juga biasanya cara mereka yang ngotot dalam menyuarakan pendapatnya sangat mudah dikenali Pak Irwan. — amalia (@18_justfo) October 30, 2023 Kunjungan Prof. Atwar dari Unpad dan sedikit paparan dari saya terkait fenomena PseudoPower yang tidak dikenali oleh awam. Ineffisiensi. https://www.facebook.com/bajari.atwartea/posts/pfbid02hJ8p9M1PLEKjuUwqCKQgn5LDmwoxMejgFhtMTJqEAzAKcWZojjo5wCQBeoduBkbUl Posisi tokoh dan partai yang tidak dalam satu cluster memberi gambaran tersendiri dalam digital activismnya.

Integrated Digital

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah, Laboratorium Media Digital (Cyber PR) telah selesai terbangun dan kini mulai pembangunan Laboratorium Integrated Digital. Laboratorium Media Digital (Cyber PR) berada dibawah Program Studi Ilmu Komunikasi, tempat belajar dan berlatih secara langsung mengenai Digital Activism, Analisis Komunikasi Big Data, Teknologi Komunikasi, dan Media Digital terkini dalam perspektif Ilmu Komunikasi. Laboratorium Media Digital (Cyber PR) pada tahun 2022 telah bekerja sama dengan banyak pihak antara lain PT. POS Indonesia, Kemendes, Pemerintahan Kabupaten Bondowoso dan lain sebagainya. Laboratorium Media Digital (Cyber PR) berada dalam lingkup Program Studi Ilmu Komunikasi Bermula dari riset di tahun 2018 dilengkapi riset-riset lanjutan dengan mempertimbangkan bidang kerja baru Ilmu Komunikasi dilengkapi hasil tracer study maka program studi Ilmu Komunikasi memutuskan untuk karakter/keunikan progdi pada bidang Komunikasi Digital sehingga perlu dilakukan penyesuaian untuk semua laboratorium yang sudah dimiliki dan membuat laboratorium baru yaitu Laboratorium Media Digital (Cyber PR) yang dimulai ditahun 2019. Irwan Dwi Arianto yang saat itu selaku Kepala Laboratorium Media Digital, TV, dan Radio Program Studi Ilmu Komunikasi mencoba untuk mengkolaborasikan Komputasi Sosial dalam bidang Ilmu Komunikasi melalui Laboratorium Media Digital (Cyber PR) sebagai pusatnya dan terintegrasi dengan Laboratorium Program Studi Komunikasi Lainnya seperti Laboratorium Film, Laboratorium Fotografi, Laboratorium Iklan, Laboratorium Radio, dan Laboratorium Televisi yang sudah telah ada terlebih dahulu serta membangun tambahan Laboratorium Bersama (Broadcast) di lantai 3 Gedung FISIP 2 UPN “Veteran” Jawa Timur. Alhamdulillah ditahun 2022 secara keseluruhan laboratorium program studi Ilmu Komunikasi telah terintegrasi. Goal secara sarana dan prasarana telah terpenuhi sebagai Laboratorium Digital multi platform berbasis riset Big Data Media Digital khususnya UPN Televisi yang berada dalam Laboratorium Televisi dan AK Radio yang berada dalam Laboratorium Radio telah mencanangkan Televisi dan Radio Kampus Digital Multi-Platform berbasis riset Big Data Media Digital. Open in New Tab Berawal dari Laboratorium Cyber Public Relations menuju Laboratorium Integrated Digital. Memahami Digital Activism membutuhkan Integrasi berbagai keilmuan dalam Analisis Komunikasi Big Data Media Digital. Akselerasi Digital membawa konsekuensi percepatan perkembangan isu dalam simpul-simpul dialektika. Kekuasaan tidak bisa dimiliki itu sebab netizen bisa sangat powerfull dan “penguasa” bisa sangat powerless sekalipun memiliki rangkai komando. Membenturkan buzzer dengan netizen bukanlah cara bijak dalam era smart society 5.0 terlebih semakin lama teknologi semakin canggih dan humanis. Kuasa tidak harus dengan follower yang besar terbukti banyak viral terjadi dari akun berfollower kecil bahkan newbie.Setidaknya spiral issue memberi gambaran sederhana menolak keangkuhan. Etika dan privasi menjadi pertimbangan. Ilmu analisis baru merupakan terobosan yang terbukti. Laboratorium Integrated Digital berada dalam lingkup Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Saat ini untuk pengembangannya, ditahun 2023 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tengah membangun Laboratorium Integrated Digital yang diharapkan dapat menjadi sarana yang lebih lengkap untuk pengajaran dan penelitian dibidang digital dalam kajian Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Laboratorium ini nantinya akan dilengkapi dengan teknologi canggih serta perangkat lunak terbaru yang memungkinkan mahasiswa untuk belajar dan berlatih dalam berbagai bidang. Dengan adanya Laboratorium Integrated Digital ini, diharapkan mahasiswa dapat lebih siap menghadapi tuntutan pasar kerja yang semakin kompleks dan dinamis di era digital saat ini. Selain itu, laboratorium ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang digital, sehingga dapat meningkatkan daya saing dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Barakallah aamiin. #cyberpr #integrateddigital #komunikasidigital #analisiskomunikasibigdata #bigdataanalytics #scbd #komputasisosial #ilkomupnvjt #ikomupnvjt #upnsurabaya #upnvjatim #upnvjt #2024 #pilpres2024 #pileg2024

ASIGTA