Masalah yang timbul antara generasi Gen Z (lahir antara 1997-2012) dan Gen Alpha (lahir setelah 2012) dengan orang tua mereka (generasi Baby Boomers, Gen X, atau bahkan Gen Y) dan cenderung susah terselesaikan. Hal-hal tersebut seringkali tidak disadari oleh masing-masing generasi karena perbedaan yang mereka alami, yang mencakup bagaimana mereka dibesarkan, tantangan yang dihadapi, dan perkembangan teknologi yang mempengaruhi cara mereka berinteraksi dan memandang dunia.
Berikut adalah beberapa poin utama berdasarkan penelitian terbaru dan artikel yang relevan:
1. Perbedaan Nilai dan Norma
Generasi Gen Z dan Gen Alpha tumbuh dalam lingkungan digital yang berbeda dari orang tua mereka. Mereka cenderung menghargai fleksibilitas, relevansi, otentisitas, dan kepemimpinan non-hierarkis. Mereka juga lebih menghargai keragaman dan komunitas yang inklusif dibandingkan generasi sebelumnya. Sebaliknya, orang tua mereka, baik dari generasi Baby Boomers, Gen X, maupun Gen Y, mungkin lebih menghargai stabilitas dan norma-norma tradisional yang lebih hierarkis.
2. Tantangan Teknologi
Gen Z dan Gen Alpha sangat terbiasa dengan teknologi dan media sosial, yang sering kali menjadi sumber utama informasi dan komunikasi mereka. Namun, penggunaan media sosial yang tinggi dikaitkan dengan dampak negatif terhadap kesehatan mental mereka. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menurunkan kesejahteraan psikologis dan meningkatkan risiko masalah kesehatan mental. Sementara itu, orang tua mereka mungkin kurang memahami dampak ini dan tidak memiliki alat yang sama untuk menangani masalah yang muncul dari penggunaan teknologi ini, belum lagi tantangan algoritma dan AI di media sosial.
3. Kesehatan Mental
Gen Z lebih terbuka terhadap isu-isu kesehatan mental dan lebih mungkin untuk mencari bantuan profesional. Namun, mereka juga menghadapi hambatan seperti biaya yang tinggi dan stigma terkait masalah kesehatan mental, terutama di komunitas tertentu. Banyak dari mereka merasa kurang didukung oleh orang tua mereka dalam hal ini sehingga mereka seringkali “berkonsultasi” dengan media sosial. Dalam hal ini, orang tua sering kali tidak memahami atau meremehkan dampak kesehatan mental dari tekanan sosial dan akademik yang dialami oleh anak-anak mereka.
4. Tanggung Jawab Ganda
Gen Z sering kali berada dalam posisi yang disebut sebagai “generasi sandwich,” di mana mereka harus mengurus orang tua mereka yang menua sambil juga berusaha untuk mandiri secara finansial. Hal ini menciptakan tekanan tambahan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mental dan emosional mereka.
5. Pandangan tentang Work-Life Balance
Generasi Gen Z cenderung lebih menghargai keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka mencari pekerjaan yang memberikan makna dan kepuasan pribadi, yang sering kali dianggap tidak realistis oleh orang tua mereka. Ini menciptakan konflik ketika orang tua mengharapkan anak-anak mereka mengikuti jalur karir yang lebih tradisional dan “stabil”.
Persoalan yang seringkali dikaitkan dengan Gen Z
Gangguan kecemasan (Anxiety Disorders) merupakan masalah umum yang dihadapi oleh banyak anggota Gen Z. Tekanan akademis yang tinggi, tuntutan sosial, dan penggunaan media sosial yang intensif sering kali menjadi pemicu utama kecemasan berlebihan pada generasi ini. Ketidakpastian tentang masa depan serta tekanan untuk mencapai kesuksesan menambah beban pikiran mereka, yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan tidur dan kesulitan dalam berkonsentrasi. Kondisi ini menciptakan lingkaran setan yang memperburuk kesejahteraan mental mereka.
Depresi merupakan gangguan yang umum di kalangan remaja dan dewasa muda, dengan banyak dari mereka melaporkan perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari, dan perasaan putus asa. Faktor isolasi sosial dan tekanan akademis sering kali memperparah kondisi depresi ini, membuat mereka merasa semakin terjebak dalam kesulitan mereka. Depresi tidak hanya mempengaruhi suasana hati tetapi juga berdampak negatif pada produktivitas dan hubungan sosial mereka. Upaya pencegahan dan penanganan yang efektif sangat penting untuk membantu mereka mengatasi tantangan ini.
Gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia menjadi semakin umum di kalangan Gen Z, dipicu oleh standar kecantikan yang tidak realistis yang dipromosikan melalui media sosial. Tekanan untuk memenuhi ekspektasi tubuh yang sempurna dapat menyebabkan perilaku makan yang tidak sehat dan berbahaya. Selain itu, paparan konten media sosial yang terus-menerus memperkuat citra tubuh ideal sering kali mengakibatkan perasaan tidak puas dengan penampilan diri sendiri. Akibatnya, banyak anggota Gen Z yang terjebak dalam siklus diet ketat dan perilaku kompulsif yang merugikan kesehatan fisik dan mental mereka.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) ditandai dengan kesulitan dalam mempertahankan fokus dan pengendalian impuls. Teknologi dan media sosial yang terus-menerus menawarkan distraksi memperburuk kondisi ini, membuat belajar dan bekerja menjadi lebih sulit bagi banyak anggota Gen Z. Mereka sering kali merasa kewalahan oleh rangsangan yang berlebihan, yang mengakibatkan penurunan produktivitas dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas. Dampak dari ADHD pada kehidupan sehari-hari dapat signifikan, mempengaruhi kinerja akademis dan profesional, serta hubungan interpersonal.
Ketergantungan pada media sosial dapat menyebabkan tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi di kalangan Gen Z. Generasi ini sering merasa perlu untuk selalu terhubung, yang mengakibatkan gangguan tidur dan interaksi sosial yang kurang sehat di dunia nyata. Waktu yang dihabiskan untuk media sosial juga dapat mengurangi waktu untuk aktivitas produktif dan rekreasi, memperburuk kesejahteraan mental mereka. Selain itu, paparan konten yang tidak realistis dan tekanan untuk selalu tampil sempurna menambah beban psikologis, menciptakan lingkaran setan yang sulit diatasi.
Body Dysmorphic Disorder (BDD) adalah kondisi di mana banyak anggota Gen Z mengalami ketidakpuasan tubuh yang serius akibat ekspektasi kecantikan yang dipengaruhi oleh media sosial. Mereka sering terobsesi dengan kekurangan fisik kecil yang mungkin tidak nyata bagi orang lain, menyebabkan stres dan kecemasan yang signifikan. Obsesi ini bisa mengakibatkan perilaku kompulsif seperti sering bercermin atau mencari prosedur kosmetik. Ketidakpuasan tubuh yang berlebihan ini tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan mental mereka tetapi juga bisa mengganggu kehidupan sosial dan profesional mereka.
Gangguan penyalahgunaan zat (Substance Use Disorders) semakin meningkat di kalangan Gen Z sebagai mekanisme coping terhadap stres dan tekanan sosial. Banyak anggota generasi ini menggunakan alkohol, narkoba, dan zat lainnya untuk melarikan diri dari realitas yang menekan, yang sering kali berakhir dengan ketergantungan. Tekanan akademis, ekspektasi sosial, dan paparan konstan terhadap media sosial turut berkontribusi pada meningkatnya risiko penyalahgunaan zat. Ketergantungan ini tidak hanya merusak kesehatan fisik dan mental, tetapi juga dapat mengganggu hubungan interpersonal dan kinerja akademis atau profesional mereka.
Gangguan tidur seperti insomnia menjadi umum di kalangan Gen Z karena penggunaan perangkat elektronik yang berlebihan sebelum tidur. Cahaya biru dari layar mengganggu pola tidur alami, menyebabkan kesulitan dalam memulai dan mempertahankan tidur. Akibatnya, banyak dari mereka mengalami kelelahan dan penurunan konsentrasi di siang hari, yang berdampak negatif pada produktivitas dan kesehatan secara keseluruhan. Selain itu, kurangnya tidur yang berkualitas juga dapat memperburuk kondisi kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) sering ditemukan pada Gen Z, ditandai dengan pikiran obsesif dan perilaku kompulsif yang terkait dengan kecemasan sosial dan akademis. Anggota generasi ini mungkin merasa terpaksa melakukan ritual tertentu, seperti memeriksa ulang pekerjaan atau aktivitas secara berulang, untuk mengurangi kecemasan mereka. Tekanan untuk mencapai kesempurnaan dalam akademis dan sosial sering kali memperburuk gejala OCD, membuat mereka merasa terjebak dalam siklus perilaku kompulsif yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Kondisi ini memerlukan perhatian khusus dan penanganan yang tepat untuk membantu mereka mengelola gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
Angka kasus bunuh diri dan self-harm meningkat di kalangan Gen Z, terutama terkait dengan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan yang tidak tertangani dengan baik. Rasa putus asa dan perasaan bahwa tidak ada jalan keluar sering kali mendorong mereka ke perilaku ini. Tekanan sosial, akademis, dan ekspektasi yang tinggi memperburuk kondisi mental mereka, membuat mereka merasa semakin terisolasi dan tidak berdaya. Dukungan psikologis yang memadai dan lingkungan yang mendukung sangat penting untuk membantu mereka mengatasi rasa putus asa dan menemukan jalan keluar dari krisis ini.
Dalam konteks pemilu, banyak anggota Gen Z mengalami “Election Stress Disorder,” yaitu kondisi di mana individu merasa cemas, stres, atau tertekan karena berita-berita pemilu yang terus-menerus dan perdebatan politik yang intens. Paparan yang berlebihan terhadap berita politik dapat mengakibatkan gangguan tidur, kelelahan mental, dan peningkatan kecemasan. Media sosial memperburuk kondisi ini dengan memberikan aliran informasi yang tidak berhenti dan sering kali mengandung konten yang memicu stres. Akibatnya, generasi ini merasa kewalahan dan mengalami kesulitan dalam mengelola stres mereka. Oleh karena itu, penting untuk membatasi konsumsi berita dan menerapkan strategi manajemen stres yang efektif. Calon bupati atau walikota yang berkontestasi dalam pilkada sebaiknya menyadari dampak ini dan menyarankan pendukungnya untuk mengelola konsumsi media secara bijak, serta menyediakan informasi yang jelas dan menenangkan guna mengurangi kecemasan publik.
Persoalan yang seringkali dikaitkan dengan Gen Alpha
Perasaan kesepian dan isolasi sosial menjadi semakin umum di kalangan Gen Alpha, terutama setelah pandemi COVID-19. Ketidakmampuan untuk berinteraksi secara langsung dengan teman dan keluarga memperburuk perasaan ini, mengakibatkan masalah kesehatan mental yang lebih dalam. Anak-anak dari generasi ini sering kali merindukan interaksi sosial tatap muka, yang sangat penting untuk perkembangan emosional mereka. Kurangnya kesempatan untuk bermain dan belajar bersama secara langsung juga dapat menghambat kemampuan mereka dalam membangun keterampilan sosial dan emosional yang vital.
Gangguan Stres Akut (Acute Stress Disorder) di kalangan Gen Alpha ditandai oleh reaksi stres yang intens setelah mengalami atau menyaksikan kejadian yang mengancam atau traumatis. Gejala-gejala termasuk ketegangan emosional, kesulitan tidur, dan kilas balik, yang dapat mengganggu kemampuan mereka untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Anak-anak ini mungkin merasa sangat takut dan cemas, serta menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan. Penting untuk memberikan dukungan psikologis dan lingkungan yang aman untuk membantu mereka mengatasi dampak trauma ini dan memulihkan kesejahteraan emosional mereka.
Gangguan Somatisasi (Somatic Symptom Disorder) sering dialami oleh Gen Alpha, ditandai dengan kekhawatiran berlebihan tentang gejala fisik yang sering kali tidak memiliki dasar medis yang jelas. Anak-anak ini mungkin merasa sakit secara fisik sebagai manifestasi dari stres dan kecemasan yang mereka rasakan. Gejala fisik ini dapat mencakup sakit kepala, sakit perut, dan kelelahan, yang sering kali sulit dijelaskan secara medis. Kekhawatiran berlebihan terhadap kesehatan fisik mereka dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan perkembangan normal mereka, sehingga memerlukan pendekatan holistik untuk penanganan yang melibatkan dukungan psikologis dan medis.
Burnout adalah kondisi kelelahan mental dan fisik yang ekstrem akibat tekanan akademis dan sosial yang terus-menerus dialami oleh Gen Alpha. Anak-anak ini menghadapi ekspektasi tinggi dalam pendidikan dan lingkungan sosial mereka, yang dapat menyebabkan penurunan kinerja, kelelahan kronis, dan perasaan tidak mampu mengatasi tugas sehari-hari. Burnout tidak hanya mempengaruhi kemampuan belajar mereka tetapi juga berdampak negatif pada kesehatan emosional dan fisik mereka. Penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan seimbang, serta memberikan waktu untuk istirahat dan rekreasi guna mencegah dan mengatasi burnout pada generasi ini.
Gangguan Identitas Gender (Gender Dysphoria) merupakan tantangan yang dihadapi oleh beberapa anggota Gen Alpha, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mental mereka. Anak-anak yang mengalami perasaan tidak sesuai dengan gender yang mereka identifikasi sering kali merasa stres dan kecemasan yang signifikan. Kesulitan ini dapat diperburuk oleh kurangnya dukungan dan pemahaman dari lingkungan sekitar, termasuk keluarga, teman, dan sekolah. Memberikan dukungan yang inklusif dan memahami, serta akses ke sumber daya yang tepat, sangat penting untuk membantu mereka mengatasi tantangan ini dan meningkatkan kesejahteraan emosional mereka.
Analisis Komunikasi Big Data Kesehatan Mental
Dalam periode 21 Juni 2024 hingga 21 Juli 2024, volume sebutan tentang kesehatan mental mencapai 11.237, meningkat sebesar 2,143% dibandingkan periode sebelumnya. Jangkauan media sosial mencapai 26 juta, meningkat sebesar 12,383%, sementara jangkauan media non sosial mencapai 36 juta, meningkat sebesar 1,484%. Sentimen positif meningkat sebanyak 2,185%, dengan total 594 sebutan positif, sedangkan sentimen negatif meningkat sebesar 2,626%, dengan total 736 sebutan negatif.
Sebutan tentang kesehatan mental di media sosial mencapai 5.881, dengan platform paling aktif adalah Instagram (2.482 sebutan), Twitter (1.553 sebutan), dan YouTube (1.354 sebutan). Di luar media sosial, sebutan mencapai 5.356, dengan liputan terbanyak berasal dari berita online (3.947 sebutan), blog (553 sebutan), dan podcast (10 sebutan).
Sumber Diskusi Kesehatan Mental
Dalam periode yang sama, berbagai platform memiliki kontribusi yang berbeda dalam diskusi kesehatan mental:
Referensi
- Binus Parent. (2023, September). Mengenal Gen Z.
https://parent.binus.ac.id/2023/09/mengenal-gen-z/ - ResearchGate. (2023). Parenting Class: Peran Resiliensi Untuk Meningkatkan Parental Well-Being Pada Orangtua Generasi Z. https://www.researchgate.net/publication/376383822_Parenting_Class_Peran_Resiliensi_Untuk_Meningkatkan_Parental_Well-Being_Pada_Orangtua_Generasi_Z
- Journal of Universitas Muslim. (2023). http://journal.umuslim.ac.id/index.php/pkm/article/view/2388/1868
- TechTarget. (2023). Generational values in the workplace explained. https://www.techtarget.com/whatis/feature/Generational-values-in-the-workplace-explained
- Detik News. (2023). Gen Z dan Mis-konsepsi Work-life Balance.
https://news.detik.com/kolom/d-7154593/gen-z-dan-mis-konsepsi-work-life-balance - UAD News. (2023). Generasi Z dan Tingkat Spiritualitas yang Rendah.
https://news.uad.ac.id/generasi-z-dan-tingkat-spiritualitas-yang-rendah/ - CNBC Indonesia. (2023). Alasan Utama Gen Z Rentan Kena Masalah Mental Menurut Studi.
https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230814104458-33-462679/alasan-utama-gen-z-rentan-kena-masalah-mental-menurut-studi - Chubb Indonesia. (2023). Krisis Kesehatan Mental Generasi Z.
https://www.chubb.com/id-id/articles/personal/krisis_kesehatan_mental_generasi_z.html - MOOC UGM. (2023). Masalah Kesehatan Mental: Apakah Hanya Monopoli Gen Z?
https://mooc.ugm.ac.id/masalah-kesehatan-mental-apakah-hanya-monopoli-gen-z/ - Kompas. (2023). Krisis Kesehatan Mental Menghantui Generasi Z Indonesia.
https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/07/09/krisis-kesehatan-mental-menghantui-generasi-z-indonesia - AECF. (2023). Generation Z and Mental Health.
https://www.aecf.org/blog/generation-z-and-mental-health - RRI. (2023). Mengapa Gen Z Rentan dengan Masalah Kesehatan Mental. https://www.rri.co.id/kesehatan/704314/mengapa-gen-z-rentan-dengan-masalah-kesehatan-mental
- CNN Indonesia. (2024). Tantangan Gen Z Kuasai Digital, Jaga Mental, Ciptakan Masa Depan.
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20240429131858-190-1091708/tantangan-gen-z-kuasai-digital-jaga-mental-ciptakan-masa-depan - Rumah Studio. (2023). Standar Kebahagiaan Gen Z, Y, dan Alpha.
https://rumahstudio.com/standar-kebahagiaan-gen-z-y-dan-z/ - Rumah Studio. (2023). Generasi Boomer, X, Y, Z, dan Alpha.
https://rumahstudio.com/generasi-boomer-x-y-z-dan-alpha/ - CNN Indonesia (2023). Banyak Berita Pilpres, Hati-hati Terkena Election Stress Disorder
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20231024060814-255-1015019/banyak-berita-pilpres-hati-hati-terkena-election-stress-disorder