Lebih dari 5% populasi dunia – atau 430 juta orang – memerlukan rehabilitasi untuk mengatasi gangguan pendengaran yang mereka alami (termasuk 34 juta anak). Diperkirakan pada tahun 2050, lebih dari 700 juta orang – atau 1 dari setiap 10 orang – akan mengalami gangguan pendengaran.
Rehabilitasi membantu penderita gangguan pendengaran agar dapat berfungsi secara optimal, sehingga dapat mandiri dalam beraktivitas sehari-hari. Secara khusus, rehabilitasi membantu mereka untuk berpartisipasi dalam pendidikan, pekerjaan, rekreasi dan peran yang berarti, misalnya dalam keluarga atau komunitas – sepanjang hidup mereka. Intervensi rehabilitasi bagi penderita gangguan pendengaran antara lain: penyediaan dan pelatihan penggunaan teknologi pendengaran (misalnya alat bantu dengar, implan koklea, dan implan telinga tengah).
Implan koklea adalah perangkat elektronik kecil dan kompleks yang dapat membantu memberikan indera pendengaran kepada seseorang yang mengalami gangguan pendengaran berat atau gangguan pendengaran berat. Terdapat beberapa produsen implan koklea yang telah beredar dan disetujui oleh Food and Drug Administraion (FDA) antara lain Advanced Bionics, Cochlear, dan MedEl. Di Indonesia terdapat beberapa distributor implan koklea di Indonesia antara lain PT Kasoem Hearing Center, Nobel Audiology Center, dan MedEl.
Google trend menunjukkan data dalam 5 tahun belakangan ini cukup tinggi minat seiring waktu terkait “alat bantu dengar” namun dengan sandingan distributor implan koklea yang tampak cukup rendah dalam minat.
Tampak potensi pasar yang sangat luar biasa pada minat seiring waktu namun tidak diikuti oleh minat pada 3 (tiga) distributor implan koklea Indonesia. Melalui Analisis Jaringan Komunikasi pada media sosial Instagram tampak bagaimana relasi komunikasi yang terbentuk.
Peluang ini rupanya belum ditangkap dengan baik oleh 3 (tiga) distributor implan koklea …….
ASIGTA “mendengar” melalui media digital (media sosial dan non media sosial), maka kita tahu apa-apa saja kebutuhan tentang alat bantu dengar, alat bantu dengar yang disuka apa (yang tidak disuka apa), alat bantu dengar dipahami bagaimana, alat bantu dengar dibicarakan oleh siapa saja (faktor eigen bagaimana), alat bantu dengar dibicarakan dimana saja, kesalahpahaman terhadap merk bagaimana, persepsi tentang merk alat bantu dengar bagaimana, dan banyak hal lainnya yang bisa diungkap melalui “mendengar” big data.
Memahami digital activism baik untuk bisnis, politik, maupun pemerintahan harus menggunakan cara baru agar tidak tersesat di era disruptif.
(bersambung)